Vaginismus

Vaginismus adalah suatu keadaan di mana lingkaran otot-otot yang mengelilingi vagina menjadi kejang, menjepit lubang vagina dengan erat sehingga penetrasi (oleh penis, pembalut atau benda lainnya) sangat menyakitkan atau bahkan mustahil. Wanita yang menderita vaginismus kadang-kadang tidak pernah melakukan persetubuhan dalam perkawinan mereka atau bahkan pernah menjalani pemeriksaan pelviks atau menyelipkan tampon, karena hal itu sangat menyakitkan.

Ini mungkin terdengar seperti suatu keganjilan seksual, tapi sebenarnya bukan. Vaginismus adalah gangguan seksual wanita nomor tiga yang paling sering terjadi, setelah kegagalan orgasme (anorgasmia) dan persetubuhan yang menyakitkan (dispareunia) demikian menurut Emanual Fliegelman, D.O., profesor obstetri and ginekologi dan direktur Human Sexuality Programs di Osteopathic Medical Center di Philadelphia.

HUBUNGAN TUBUH DAN PIKIRAN
Pada dasarnya, demikian kata para ahli, vaginismus hampir selalu merupakan suatu gangguan psikomatis (yang berarti disebabkan oleh pikiran).

Kadang-kadang semua masalah ini bermula dari kerterkaitan antara tubuh dan pikiran. Pertama-tama, ada masalah fisik yang menyebabkan penetrasi penis, yang seharusnya sangat menyenangkan, menjadi sesuatu yang menyakitkan. (Penyakit yang melatarinya dapat berupa sejumlah hal mulai selaput dara yang tidak berlubang atau vagina yang kering dan mengalami atropia hingga radang endometrium). Kemudian, untuk mengantisipasi rasa sakit pada persetubuhan yang hendak dilakukan di waktu selanjutnya, pikiran mengirimkan isyarat-isyarat kepada otot-otot untuk menutup rapat vagina. Karena vagina tertutup dengan begitu kuat, penetrasi yang hendak dilakukan bahkan menjadi lebih sakit yang menyebabkan otot-otot menekan dengan lebih kuat.

Pada akhirnya, seluruh proses ini tampaknya menjadi tidak bisa lagi dikendalikan si wanita dan oto-otot yang dikendalikan oleh pikiran menjadi seperti otot-otot yang tidak terkendali.

Dalam satu kasus seperti ini, meskipun setelah penyebab fisiknya ditemukan dan diobati, ada kemungkinan vaginismus tersebut tetap ada. Lalu, selanjutnya ia memerlukan saran-saran yang bijaksana atau bahkan terapi kejiwaan, sebelum seorang wanita pada akhirnya belajar untuk merelakskan otot-otot dalam tingkat yang mencukupi untuk persetubuhan.

DARI KENDALA PSIKIS MENJADI GANGGUAN FISIK
Dalam kasus-kasus lainnya, vaginismus terjadi sebagai akibat dari masalah psikologis murni atau peristiwa traumatik. Perkosaan, hubungan seksual antara anggota keluarga (incest) atau penganiayaan pada masa kanak-kanak, atau suatu fobia seksual menjadi salah satu penyebabnya.

Namun yang lebih sering terjadi adalah bahwa wanita yang menderita vaginismus merupakan hasil dari didikan yang sangat mengekang, negatif terhadap seks dan sering sangat religius. Vagina-vagina mereka menutup karena seks adalah dosa. Robert Birch, Ph.D., direktur Arlington Center for Marital and Sexual Concern di Columbus, Ohio, memaparkan sebuah cerita mengenai seorang wanita yang biasa dikenal dengan sebutan "celana besi tua" di sekolah Katolik karena tidak ada seorang pemuda yang dapat mengajaknya bercinta. "Ia menggunakan julukan itu sebagai lambang kehormatan -- namun setelah ia menikah, dia tidak dapat melepaskan diri dari lambang ini," demikian kata Dr. Birch. Ia datang untuk melalukan terapi seks setelah 13 tahun hidup berrumah tangga tanpa pernah melakukan persetubuhan sekalipun. "Seringkali", demikian katanya, "pasangan seperti ini tidak pernah berpikir untuk mendapatkan terapi seks sampai mereka menginginkan kehadiran seorang bayi."

MEMBUKA PINTU-PINTU YANG TERTUTUP
Berita baiknya adalah bahwa pengobatan vaginismus memiliki salah satu angka keberhasilan tertinggi dai semua jenis gangguan seksual yaitu hampir 100%, demikian menurut berbagai penelitian-penelitian. Biasanya, pengobatan diawali dengan latihan ringan pada otot persetubuhan bagian dalam. Sering pasien diajari untuk melakukan latihan-latihan Kegel, mengencangkan dan melonggarkan otot-otot tulang pinggul, dengan maksud agar otot-ototnya rileks dan untuk mengembangkan kemampuan pengendalian otot-otot yang telah menjadi kejang itu dengan baik.

Setelah belajar bagaimana merelakskan otot-otot vaginanya, dia akan diberi petunjuk bagaimana menyelipkan serangkaian alat pembesar vagina dengan ukuran yang paling kecil ke dalam vaginanya. (Alat pembesar vagina biasanya dibuat dari plastik yang kenyal dan keras yang berbentuk mirip pion permainan catur dan dibuat dalam rangkaian-rangkaian yang ditandai, dari mulai yang lebih kecil dari ibu jari hingga sebesar ukuran penis. Alat pembesar pertama dibiarkan tetap di tempat hingga kurang lebih 10 menit, kemudian diangkat. Beberapa dokter memberi pasien-pasiennya satu set alat-alat pembesar vagina yang dapat mereka gunakan di rumah beberapa kali dalam sehari dan setiap kali membiarkan alat-alat tersebut tetap di dalam vagina selama 15 hingga 30 menit dan bahkan kadang-kadang tidur dengan alat-alat itu tetap di dalam vaginanya. Dengan praktek setiap hari, dalam waktu beberapa mingggu atau bulan, ia secara bertahap beranjak ke rangkaian alat-alat pembesar yang terbesar. Dan pada akhirnya, ia diharapkan siap untuk melakukan persetubuhan dengan pasangannya. (Para ahli terapi biasanya tidak akan menganjurkan persetubuhan sebelum ia siap betul karena sebuah pengalaman yang buruk dapat membuat seluruh siklus yang tidak menyenangkan itu terjadi lagi).

Beberapa dokter menyarankan bahwa sebagai ganti penggunaan alat-alat pembesar ini, seorang wanita dapat menggunakan satu jari tangannya yang diberi pelumas, kemudian dua jari, kemudian jari-jari suaminya. Begitu suaminya dapat memasukkan kedua jarinya ke dalam vaginanya secara berlahan-lahan dia dapat melakukan persetubuhan (pertama-tama tanpa dorongan penis). Para ahli terapi lainnya menyarankan untuk memulainya dengan jari manis yang diberi pelumas atau potongan kapas yang kecil yang diberi pelumas, lalu beranjak ke sayur-sayuran yang dikupas yang berukuran sebesar penis seperti timun kecil atau wortel.

Mengatasi vaginismus bukan hanya melibatkan wanita saja -- pasangan seks si wanita juga harus benar-benar ikut dalam terapi seks ini karena mereka juga ikut menderita karena gangguan yang di alami wanita pujannya. Tidak mengherankan, beberapa suami mengalami masalah-masalah ereksi karena mereka khawatir akan melukai istri-istri mereka dengan persetubuhan itu atau karena usaha-usaha persetubuhan yang telah gagal berulang kali. Itulah sebabnya mengapa banyak ahli terapi yang ingin melibatkan kedua pasangan dalam sebuah terapi seks -- dan mengapa kesabaran, sikap yang bijak dan kelembutan (dari kedua belah pihak) begitu penting.
Share on Google Plus

About Elang Raja

Menulis, menyusun, menyimpan dan mengingat beberapa gal yang sudah dan ingin ditelusuri dalam keseharian yang biasa biasa saja ini.

0 comments:

Post a Comment