Saat LiSan Menggantikan Keyboard dan Mouse

Andrian Fauzi - detikinet

Mencoba LiSan (afz/inet)


Bandung - Bak seorang penyihir, hanya dengan mengatakan kata 'buka', maka terbukalah sebuah aplikasi di komputer. Tak hanya itu, apapun perkataan kita melalui microphone akan langsung tertulis rapi di halaman aplikasi pengolah kata kepunyaaan Linux seperti open office.

LiSan, aplikasi berbasis open source ini bisa melakukan semua hal yang tadinya harus menggunakan keyboard dan mouse. Namun jangan dibayangkan untuk bisa semua itu harus mengeluarkan biaya yang mahal.

Asal komputer tersebut bisa menyala, memiliki kartu suara (sound card) dan microphone serta menggunakan linux sebagai operating system-nya, kita bisa mengetik atau membuka aplikasi tanpa harus memencet keyboard ataupun mengklik mouse.

Ditemui di Stan Pusat Teknologi Informasi Elektronika Badan Pengkajian dan Perencanaan Teknologi (PTIK-BPPT) dalam Pameran Iptek ITB 2009, di kampus ITB, Jalan Ganesha No 10, Teduh Uliniasyah, staf PTIK-BPPT asik mendemonstrasikan LiSan ke para pengunjung pameran yang digelar dalam rangka Dies Natalis Emas ITB.

"Dengan menggunakan linux, komputer dengan spesifikasi pentium 386 pun bisa. Asal ada kartu suara dan microphone," jelasnya, Jumat (6/3/2009).

LiSan merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh PTIK-BPPT dari freeware yang bernama Julius Julian. Freeware tersebut bisa dikembangkan baik di Linux ataupun di Windows. Namun PTIK-BPPT lebih memilih mengembangkannya dengan Linux sebagai operating systemnya.

"Aplikasi ini bertujuan meningkatkan aksesibilitas komputer sehingga orang yang memiliki keterbatasan dalam menggunakan keyboard dan mouse agar dapat menggunakan komputer dengan baik. Sesuai dengan semangat itu, kami memilih mengembangkan dengan Linux," papar Teduh.

Aplikasi ini, tambah Teduh, sengaja dikembangkan untuk sistem operasi Linux agar dapat memenuhi kebutuhan software yang legal bagi masyarakat. LiSan bisa berjalan dengan baik di semua varian Linux seperti Ubuntu, IGOS Nusantara, Fedora, dan OpenSuse.

Tahap Kedua

LiSan merupakan generasi kedua, tahap sebelumnya adalah Indonesian Linux Voice Command (ILVC). Beberapa penyempurnaan dilakukan mulai dari penambahan kalimat dan mempergunakan banyak language model serta corpus (kumpulan kalimat - red) dari berita.

"Karena corpus berita bukan dari corpus percakapan maka ada beberapa kalimat yang kadang kurang pas. Wajar karena bahasa lisan dengan bahasa berita berbeda. Idealnya kita juga menggunakan corpus percakapan," kata Teduh.

Walaupun demikian, Teduh menjamin hanya 15 persen saja terjadi salah pengetikan karena LiSan salah menerjemahkan kata. Dalam data base LiSan saat ini telah
terkumpul 2,5 juta kata dan masing-masing 5 language model untuk pria dan wanita. Jauh berbeda dengan generasi pertamanya ILVC.

ILVC masih menggunakan rule grammar, akibatnya sebuah kalimat akan tertulis sesuai dengan tata baku kalimat. Sedangkan LiSan menggunakan language model statistik yang dibangun dari corpus yang diambil dari media. Dengan model statistik, sebuah kata akan dihitung dan diperkirakan akan diikuti oleh kata yang lazim digunakan. Semakin banyak kata dan model langguage yang dibenamkan dalam data base LiSan, semakin akurat.

"ILVC hanya ada 351 ribu kata dengan 35 language model. Tapi lebih dari setengahnya kita hapus karena hasil rekamannya kurang bagus sehingga banyak perintah atau kata yang tidak bisa diterjemahkan. Sedangkan LiSan sudah 2,5 juta kata dengan language model yang lebih akurat," terang Teduh.

Beda Batak dan Jawa

Saat ini LiSan masih dalam pengembangan. Masih banyak kata dan language model yang belum dimasukan karena bahasa Indonesia memiliki banyak kata dan logat.

"Kalau kata tanpa imbuhan mungkin sedikit, tapi kalau sudah menggunakan imbuhan maka akan ada banyak sekali kata yang terbentuk. Begitu pelafalan, huruf saat dikatakan oleh orang Jawa bisa berbeda saat dikatakan orang Batak. Itu makanya kita akan terus menambah langguage model," papar pria berkacata ini.

Teduh berharap LiSan dapat dikembangkan sehingga tidak ketinggalan dengan negara lain seperti Jepang yang telah memiliki aplikasi serupa untuk bahasa Jepang.

"Idealnya ada contoh suara dari 50 pria dan 50 wanita dengan 20 ribu kata setiap orangnya. Di Jepang mereka punya contoh suara anak-anak, dewasa dan kakek nenek. Saat ini kita masih terbatas karena kendala dana. Tidak murah untuk mengembangkan ini," ujarnya.

Teduh mengatakan sampai saat ini belum ada invertor yang mau investasi untuk mengembangkan LiSan. Bahkan untuk pengembangan generasi pertama saja menggunakan dana bantuan dari Jepang. Jangankan perusahaan, kampus pun belum ada yang melirik untuk ikut mengembangkan LiSan.

"Dulu ada ITS yang mengembangkan Teks To Spech (TSS), tapi saat ini sudah tidak terdengar lagi. Padahal kampus memiliki sumber daya yang bisa dimanfaatkan, sayangnya belum ada yang mau ikut mengembangkan LiSan," keluh Teduh.

Andai saja LiSan sudah sempurna, tulisan ini pun tidak harus diketik menggunakan tangan lagi. ( afz / wsh )

Sumber
Share on Google Plus

About Elang Raja

Menulis, menyusun, menyimpan dan mengingat beberapa gal yang sudah dan ingin ditelusuri dalam keseharian yang biasa biasa saja ini.

0 comments:

Post a Comment